Ketika Letih Tak Kenal Umur
Ada
padang ada belalang, ada air ada pula ikannya. Artinya di mana pun berada pasti
akan tersedia rezeki buat kita. Begitulah peribahasa yang cocok untuk seorang
tua penjual es krim keliling. Bukan di darat, tetapi di laut tempat yang ia
tempuh untuk menjual es krim. Baginya laut dan darat sama saja, di mana pun
bisa mencari rezeki asal ada niat dan usaha.
Kesadaran
bahwa keluarga begitu penting, membuat seorang lelaki tua penjual es krim
pantang menyerah berkeliling menjual es krimnya. Sampan merupakan kendaraan
yang ia gunakan untuk menjajakan satu tong es krim sebagai sumber penghidupannya.
Penjual
es krim yang berkeliling dengan sampannya ini, biasa disapa Aa yang merupakan seorang lelaki keturunan Tionghoa yang lahir
pada tahun lima puluhan . Kali ini yang membuat seorang lelaki tua ini terlihat berbeda dengan penjual
es krim lainnya adalah caranya menjual es krim dengan menggunakan kendaraan
laut yaitu sebuah sampan.
Lelaki
yang mengaku berusia sekitar 63 tahun ini menjalankan pekerjaannya tanpa mengeluh dan tanpa rasa malu.
Setiap harinya dengan menggunakan sampan ia berangkat dari rumahnya di Sei Ladi
pukul 08.00 WIB pagi
kemudian singgah ke Tanjung Unggat untuk mengambil es krim yang akan ia jual
dari pembuat es krim yang bernama Abi.
Satu
jam perjalanan ia tempuh dari Sei Ladi menuju Tanjung Unggat. Kemudian ia harus
menempuh satu jam lagi perjalanan dari Tanjung Unggat ke Pelabuhan Pelantar
satu, dua dan tiga. Dari satu pelabuhan singgah ke pelabuhan lain begitu seterusnya
ia menjajakan es krimnya hingga tong yang ia bawa kosong.
Sudah
delapan tahun lamanya ia menjajakan es krim di lautan. Sejak anaknya masih di
bangku sekolah, memberi nafkah keluarga dan membiayakan sekolah anak semata
wayangnya.
“Saya
jual ini sudah delapan tahun, kalau panas setiap hari saya jual, tapi kalau
hujan saya tak jual. Apalagi kalau musim angin kuat saya tak berani karena
pakai sampan takut apa-apa di laut”, ujar Aa dengan senyum yang melekat di
bibirnya.
Dalam
kesehariannya menjual es krim di laut, bapak dengan seorang anak ini setiap hari
membawa sebuah senjata yang ia bawa yaitu lonceng
kecil. Lonceng kecil yang selalu ia bunyikan sebagai tanda untuk memberi tahu
bahwa ada seorang pak tua Aa
dengan es krimnya yang lezat. Jika ada orang yang memanggilnya untuk membeli es
krim barulah dia merapat ke pelabuhan begitu seterusnya sampai es krim habis. Kadang ketika turun hujan ia berteduh dan
menyelamatkan es krimnya agar tidak terkena hujan.
Sarana
dan tempat yang unik inilah yang membuat ia tambak berbeda dari orang lain.
Meski begitu banyak juga resiko rintangan yang ia tempuh dengan menjual es krim
di lautan. Jika penjual es krim lainnya mengarungi teriknya panas di daratan, maka
pak tua Aa bukan hanya mengarungi terik
panas matahari, melainkan juga menerjang ombak di lautan.
Hanya berharap semoga tuhan memudahkan jalannya dengan
memberikan cuaca yang cerah.
Dengan
penghasilan yang berkisar tujuh puluh ribu hingga seratus ribu per hari itulah
yang menjadi sumber penghidupannya setiap hari. Penghasilan yang kadang tak
tentu tak membuat Aa putus asa. baginya masih banyak rezeki asal mau berusaha.
Ketika
musim angin kuat Aa memilih untuk tidak berjualan. Kebun yang ia punya di
manfaatkan untuk menutupi penghasilan Aa yang kosong. Kadang juga Aa lebih
memilih menjual buah-buahan hasil kebunnya dibanding menjual es krim.
“Kalau
hari hujan dan angin kuat saya di rumah kadang juga nebas-nebas lalang di kebun,
kadang juga kalau musim buah saya tidak jualan, saya jualan buah saja hasil
kebun saya,” ujar lelaki kelahiran Tanjungpinang ini.
Meski
tak kenal baca tulis, semangat dalam bekerja untuk keluarga menjadi motivasinya
tersendiri. Beruntung bebannya dapat berkurang karena anak sulungnya telah
bekerja. Tapi tetap kewajiban sebagai kepala keluarga untuk mencari nafkah
harus dijalankan walaupun usia kini telah senja
Takkan
mundur dimakan umur. Semangat pantang menyerah meski usia telah senja inilah
yang patut dicontoh buat generasi penerus bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar